Oleh Siska Oktaviana
Terlhat bapak-bapak tua, dengan kulit hitam keriput memakai topi ala anak muda, sedang sibuk melayani pelanggannya. Tak jarang ia tertawa karena obrolan dengan pelanggannya, dengan tawanya terlihat jelas gigi bapak tua itu sudah tidak utuh lagi. Dengan sepeda tua bututnya, ia mendorong gerobak dagangganya.
Ia adalah bapak Aep, seorang pedagang pentol yang umurnya kira-kira 55 tahun. Bapak Seo sendiri terlihat akrab dengan penjaga parkir taman bungkul, yang mengaku sebagai pelanggannya. Sembari ia menuangkan saus kacang ke pentol pelanggannya, Karena bercerita dengan penuh semangat, ia berkata akan pulang ke Tasikmalaya untuk menemani anaknya ujian.
Dengan tubuh rentanya, ia memindahkan gerobak daganggannya ke pinggir jalan, sembari menunggu pelanggannya. Pria yang mengaku sudah belasan tahun berjualan pentol di Taman Bungkul itu sesekali mengamati sekitar. Ia kuatir sewaktu-waktu Satpol PP menghampirinya.
Ia mengakui tidak semua tempat di Taman Bungkul boleh untuk berjualan. Sehingga ia berjualan dengan berpindah-pindah , mendatangi para pelanggannya saja. Hal itu ia lakukan untuk menghindari razia satpol PP, namun pelanggannya tetap bisa menikmati pentol buatanya.
Tak jarang ketika taman bungkul sepi, ia mengaku berjualan ke SD Al-Falah yang letaknya tidak jauh dari Taman Bungkul.. Ketika menjelang magrib ia putuskan pulang ke daerah Jagir gang 12 surabaya, entah pentol dagangganya laku ataupun tidak. Penglihatanya yang sudah kabur, membuatnya tidak mampu melihat dengan baik ketika malam hari. Sehingga ia mengaku enggan berjualan hingga malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar